Rabu, 06 Mei 2015

PANDANGAN AGAMA BUDDHA TERHADAP UPACARA TRADISI CINA CENG BENG (PELIMPAHAN JASA)


MAKALAH
PANDANGAN AGAMA BUDDHA TERHADAP  RITUAL TRADISI CINA CENG BENG (PELIMPAHAN JASA)
LOGOISME.jpg

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pokok-Pokok Dasar Agama Buddha

Disusun oleh:
Nama               :Eka Setya Ningsih
NIM                : 140360876
Semester          :1 (satu)


Jurusan Dharma Acariya
SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA
JAKARTA
2014


KATA PENGANTAR
Dengan semangat, tekad dan kekuatan semua kebajikan dan keyakinan terhadap Triratna akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah dengan judul ”Ritual Tradisi cina ceng beng (pelimpahan jasa) Yang Bertentangan Dengan ajaran Buddha Makalah ini di ajukan  guna   memenuhi tugas akhir mata kuliah Pokok-Pokok Daasar Agama Buddha Di semester ganjil tahun ajaran 2014/2015

            Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah menbantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi Mahasiswa, memberi pengetahuan mengenai upacara dalam agam Buddha dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.




Jakarta, 09 Desenber 2014



  Penyusun


 



DAFTAR ISI



 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN


A.    KATA PENGANTAR

Upacara pelimpahan jasa merupakan salah satu perbuatan baik yang harus sering di lakukan oleh umat manusia. Karena dengan kiriman jasa kebaikan dari alam manusia, sanak keluarga atau kerabat kita yang telah meninggal dunia dan terlahir di alam peta dan asura dapat tertolong.
            Upacara ini akan membawa banyak manfaat bagi banyak pihak,misalnya kepada sanak keluarga yang telah meninggal dunia, bagi kita yang melakukan perbuatan jasa dan melimpahkanya, juga bagi mereka yang menerima kebaikan dari kita.
Kita sadari bahwa banyak kebudayaan di indonesia yang melakukan pelimpahan jasa dengan tradisi mereka masing-masing dan berpegang pada ajaran  buddha. Hal ini tentunya dipandang positif dalam agama buddha, namun ada beberapa tradisi yang masih belum sesui dengan tata cara pelimahan jasa menurut agama buddha. Mereka masih sering melakukan sesaji yang harus mengorbankan makluk lain. Hal ini di percaya  bahwa dengan mengorbankan makluk lain maka keluarga yang telah meninggal dunia dapat berbahagia, termasuk  upacara dalam tradisi cina yaitu ceng beng.

B.     RUMUSAN MASAlAH

1.      Berdasarkan latar belakang di atas maka menulis merumuskan masalah sebagai berikut:”Bagaiman Pandangan agama Buddha Terhadap Buddha terhadap upacara tradisi cina ceng beng (pelimpahan Jasa)?”.


C.    TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisann makalah ini yaitu sebagai berikut:
2.      Dapat mengetahui upacara  Pelimpahan jasa  menurut Agama Budddha.
3.      Mengetahui upacara pelimpahan jasa (Ceng Beng) dalam tradisi Cina.
4.      Mengetahui pandangan Agama Buddha terhadap upacara tradisi cina ceng beng (pelimpahan Jasa).



BAB I

PEMBAHASAN


A.    PELAKSANAAN UPACARA PELIMPAHAN JASA DALAM AGAMA BUDDHA


Pelaksanaan upacara sesaji atau pelimpahan jasa untuk menghormati leluhur telah di lakukan sejak jaman Buddha bahkan sebelum itu pun sudah banyak masyarakat yang melakukan sesaji. Pada jaman setelah munculnya Budhistsm tempat tempat upacara sesaji masih ada dan praktek sesaji masih dilakukan oleh masyarakat. upacara sesaji telah menjadi tradisi oleh masyarakat pada waktu itu salah satu wujud dari praktek upacara sesaji dengan menyembelih binatang binatang untuk di jadikan korban persembahan.
            Buddha telah menjelaskan mengenai upacara yang sukses “brahma, dalam pelaksanaan upacara tidak ada sapi, tidak ada kambin, unggas, babi, yang di bunuh atau tidak ada mahluk manapun yang di bunuh”.
 (sutta pitaka digha nikaya IV kutadanta sutta 1993:14)
            Akan lebih baik jika umat Buddha dalam upacara sesaji tidak menggunakan daging hasil pembunuhan.  Misalnya, dalam upacara sesaji jika diharuskan untuk menggunakan daging, maka sebagai umat Buddha, daging tersebut dapat diperoleh dengan cara  membeli di pasar ataupun  di tempat pemotongan hewan tanpa memesan terlebih dahulu.apabila melalui memesan terlebih dahulu menurut agama buddha, umat tersebut telah melanggar pancasila sila pertama yang menyebutkan “panatipatta veramani sikhapadam sadiyamiyang berarti saya bertekad untuk melatih diri tidak melakukan pembunuhan”.  Maksud dari sila pertama ini bukan hanya melakukan pembunuhan secara langsung saja, tetapimenyuruh orang untuk melakukan pembunuhan. Mebunuh yang di maksud tidak hanya membunuh binatang saja, tetapi juga meliputu menyiksa  dan menyakiti binatang ataupun juga manusia.­­­
            Uacara sesaji untuk menghormati orang meninggal juga juga di lakukan umat Buddha pada  waktu Buddha parinibana. Bikkhu Ananda menanyakan kepada sang Buddha apa yang harus di lakukan. Buddha menjelaskan untuk menghormatinya para bikkhu melakukan perawatan seperti perawatan raja dunia. Seperti yang telah di jelaskan sebagai berikut. “pertama tama di bungkus dalam kain linel yang baru, dan kemudian dengan kain katun wol yang baru pula..di berikan dalam satu peti dengan di cat meni”.
                                                                        (Mahaparinibana Sutta, 1986:37)
            Sesui dengan yang di jelaskan oleh sang buddha mengenai perawatan jenasah raja dunia,  Begitu pula yang di lakukan umat Buddha dan para bikkhu terhadap jenasah Buddha. Setelah jenasah Buddha di diperabukan umat melakukan puja bakti,  serta mempersembahkan bunga bunga untuk menghormat sang buddha hal ini di jelaskan dalam sebagai berikut. “ ... mengambil relik sang buddha di tempatkan di tengah tengah ruang sidang... di sanalah mereka mengadakan upacara puja bakti selama 7 hari.  Untuk menghormati relik sang buddha dengan menggunakan tari tarian, nyayian dan lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga wangi wangian, melakukan puja bakti terhadap relik sang buddha”.
                                                                        (Mahaparinibana Sutta 1989:40)
            Cara yang dilakukan umat buddha pada waktu itu merupakan satu penghormatan terhadap Buddha yang meninggal dunia (Parinibbana). Jaman sekarang umat Buddha dalam melakukan persembahan untuk orang yang sudah meninggal dengan cara puja bakti, bunga, wewangian dan pelimpahan jasa. Upacara sesaji atau pelimpahan jasa dalam agama Buddha selain untuk menghormati leluhur juga mempunyai makna untuk memberikan pertolongan leluhur yang terlahir di alam peta. Seperti yang di jelaskan sang buddha dalam aneka Sutta-Tirokudda  sutta, 1989:8 sebagai berikut “bagaikan sungai,bila airnya penuh dapat mengalirkan air ke laut. Demikian sesajen yang di berikan dapat menolong arwah dari sanak kluarga yang telah meninggal dunia”.

B.     UPACARA PELIMPAHAN JASA (CENG BENG) DALAM TRADISI  CINA
Cheng Beng merupakan tradisi ziarah ke makam leluhur yang dilakukan setiap tahun dan dimulai dari tanggal 25 Maret sampai tanggal 5 April atau yang sering di kenal kirim doa. Biasanya, para etnis Tionghoa yang pergi merantau jauh dari kampung halaman pun akan pulang untuk melaksanakan ziarah Cheng Bheng ini.Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak jaman dinasti Tang. Pada jaman itu, hari cheng beng ditetapkan sebagai hari libur sekaligus hari wajib bagi para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal dan mengimplementasikannya dengan membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain. 
Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya, seluruh keluarga baik yang ada di Pangkalpinang atau di perantauan berupaya untuk pulang dan melaksanakan ritual. Kegiatan Ritual dimulai dengan membersihkan kuburan atau pendem biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender Masehi. Kegiatan dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian berupa aneka buah buahan (sam kuo), ayam atau babi (sam sang), arak, aneka kue, dan makanan Vegetarian (cai choi), uang kertas (kim cin) dan membakar garu (hio), suasana di pekuburan khususnya di pekuburan Sentausa pada saat itu sangat semarak dengan Lampion dan beraroma hio yang menyengat hidung serta diiringi dengan alunan musik Belaz Band atau Tanjidor.
Adapun Simbolisasi dan makna ceng beng menurut tradisi Cina yaitu sebagai berikut:
1.    perayaan ini dilakukan beberapa saat setelah perayaan Imlek dan Cap Go Me. Hal ini seperti memberikan kesempatan ketiga bagi sebuah keluarga untuk berkumpul dengan keluarga besarnya, kalau misalnya tidak bisa berkumpul saat Imlek dan Cap Go Me, maka masih ada kesempatan dalam acara Ceng Beng. Coba saja kita cermati bentuk makam (bong) yang rata-rata melebihi rumah tipe 21 yang dibangun dengan kokoh, agung dan teduh, dan ternyata bisa digunakan sebagai sarana reuni keluarga, bisa kumpul-kumpul secara bersama dan bahagia.
2.    mempunyai nilai memorabilia. Lihat saja di papan nisan yang ada di atas makam (bong) pasti di sana tertulis nama mendiang beserta silsilahnya keturunannya, siapa memperanakkan siapa.
3.    penuh dengan sesajian. Salah satunya Samseng atau tiga jenis hewan yang disajikan. Ketiga jenis hewan itu antara lain Babi, Ayam dan Ikan.
-      Sajian Babi bermakna hendaknya anak keturunannya beranak-pinak sebanyak-banyaknya dan subur seperti kemampuan beranak-pinak si Babi. Tapi bukan berharap anak turunannya seperti Babi. Ini adalah 2 hal yang berbeda tentunya.
-      Sajian Ayam bermaksud agar keturunannya pandai dan pintar mencari nafkah.
-      Sajian Ikan bermakna semoga keluarganya mempunyai rejeki yang banyak dan melimpah ruah, sebanyak duri ikan.
C.    PANDANGAN AGAMA BUDDHA TERHADAP  RITUAL TRADISI CINA CENG BENG (PELIMPAHAN JASA)

Dalam uraian di atas telah di jelaskan bahwa tidak dengan memberi sesaji makluk hidup dalam suatu upacara untuk membuat upacara tersebut berhasil. Dan hal itu dijelaskan Buddha pada Kuttadanta sutta sebagai berikut “brahma, dalam pelaksanaan upacara tidak ada sapi, tidak ada kambing, unggas, babi, yang di bunuh atau tidak ada mahluk manapun yang di bunuh”. Hal ini jelas bahwa sebagai umat buddha kita tidak di anjurkan untuk mempersembahkan makluk hidup dalam upacara sesaji atau pelimpahan jasa.
            Bahkan selain hal di atas  upacara sesaji dengan mempersembahakan  hidup juga melanggar panca sila pertama yang berbunyi  panatipatta veramani sikhapadam sadiyamiyang berarti saya bertekad untuk melatih diri tidak melakukan pembunuhan”. Pacasila melupakan landasan moral manusia yang harus di kembangkan untuk mencapai suatu kebahagiaan.
            Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita bandingkan dengan tradisi sesajaji dalam lingkungan kita seperti ritual ceng beng yanga memberikan berbagai sejaji makluk hidup  seerti babi, ayam, dan ikan yang mempunyai makna sebagai berikut:
Sajian Babi bermakna hendaknya anak keturunannya beranak-pinak sebanyak-banyaknya dan subur seperti kemampuan beranak-pinak si Babi. Tapi bukan berharap anak turunannya seperti Babi. Ini adalah 2 hal yang berbeda tentunya.
Sajian Ayam bermaksud agar keturunannya pandai dan pintar mencari nafkah.
Sajian Ikan bermakna semoga keluarganya mempunyai rejeki yang banyak dan melimpah ruah, sebanyak duri ikan.
Dengan hal itu mereka beranggapan bahwa dengan memberi persembahan seperti ini mereka yakin bahwa sanak kluarga mereka akan terbesas dari bahaya.
            Bila kita tinjau lebih dalam lagi dalam agama Buddha apapun yang di dapat oleh kita saat ini merupakan hasil karma dari perbuatan kita sendiri. Jadi, tidak dengan sesaji makluk hidup kita bisa terbebas dari penderitaan melainkan perbuatan yang kita lakukanlah yang akan menentukan hasilnya.

 


BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN


Dalam agama Budha kesuksesan suatu upacara bukan dengan mempersembahkan makluk lain (sesaji) hal ini telah di jelaskan dalam Kuttadanta sutta.  Selain itu mempersembahkan makluk hidup (sessaji) dalam agama buddha juga melanggar sila pertama atau lima landasan moral agama buddha yaitu melath diri untuk menghindari pembunuha.
Dengan demikian apabila kita akan melakukan upacara sesaji cukup dengan puja bakti, mempersembahkan bunga, wewangian dan pelimpahan jasa karna hal ini telah dilakukan pada jaman setelah Buddha Parinibana.
kita ketahui Upacara pelimpahan jasa merupakan salah satu perbuatan baik yang harus sering di lakukan oleh umat manusia tanpa mengorbankan makluk lain. Karena dengan kiriman jasa kebaikan dari alam manusia, sanak keluarga atau kerabat kita yang telah meninggal dunia dan terlahir di alam peta dan asura dapat tertolong.

B.     SARAN

Penulis bersaran kepada semua umat buddha, apabila akan melakukan suatu upacara yang berkaitan dengan tradisi harus mempunyai pandangan benar tentang pelaksanaan tradisi yang akan dilakukan sesui yang telah di jelaskan oleh Buddha.












DAFTAR PUSTAKA


Widya,Surya.2007.Penuntun Upacara Pattidana.Jakarta:Buddha Sasana
Thera, Sumedho.2009.Kotbah Kotbah Panjang Sang Buddha.Jakarta:Dhamma Citta
Ernawati,Sri.2001.Persepsi Umat Buddha Terhadap Upacara Untuk Menghormati Leluhur Dalam Tradisi Jawa.Jakarta:…………..
T,Alex.1992.Pedoman Penghayatan Dan Pembabaran Agama Buddha Nazhab Theravada di Indonesia.Jakarta:Dhammadipa-Arama.




Selasa, 05 Mei 2015

peranan Ki Hajardewantara dalam mengembangkan pendidikan Taman Siswa di Indonesia



PERANAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN TAMAN SISWA DI INDONESIA
LOGOISME.jpg

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dasar-Dasar Pendidikan

Disusun oleh:
Nama               :Eka Setya Ningsih
NIM                :140360876
Semester          :1 (satu)


Jurusan Dharma Acariya
SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NALANDA
JAKARTA
 2014

 

KATA PENGANTAR

 

Dengan semangat, tekad dan kekuatan semua kebajikan dan keyakinan terhadap Triratna akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah dengan judul ”peranan Ki Hajar Dewantara Dalam mengenbangkankan pendidikan taman siswa di indonesia.” Makalah ini di ajukan  guna   memenuhi tugas akhir mata kuliah Dasar Dasar Pendidikan Di semester ganjil tahun ajaran 2014/2015

            Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah menbantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi Mahasiswa, dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.




Jakarta, 09 Desenber 2014



                                                                                                                                  
                                                                                                                                    Penyusun


DAFTAR ISI





 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

                        Taman siswa berdiri pada tanggal 3 juli 1992 , taman siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-cita nya. Bagi taman siswa pendidikan bukan lah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan,  yaitu mewujudkan manusia  Indonesia yang merdeka lahir dan batin nya.merdeka lahir dan batin nya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik,ekonomi,politik,dsb,; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan. Berbicara Taman siswa tidak lepas dari pendirinya yaitu Raden Mas Soewardi soeryaningrat atau yang biasa di kenal KI HAJAR DEWANTARA beliau mendirikan Taman Siswa bertujuan untuk pendidikan pemuda Indonesia dan juga sebagai alat perjuangan bagi rakyat Indonesia.
                        Tujuan taman siswa adalah membangun anank didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya,cerdas dan berketerampilan,serta sehat jasmani  dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat ,bangsa,dan tanah air , serta manusia pada umumnya .meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda  namun tujuan pendidikan taman siswa ini sejalan dengan pendidikan nasional.

B.     RUMUSAN MASALAH


                  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut ”bagaimana peranan Ki Hajar Dewantara Dalam mengenbangkankan pendidikan taman siswa di indonesia?”

C.     TUJUAN PENULISAN

  
Adapun tujuan dalam penulisan makalah  ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui biografi Ki Haja Dewantara.
2.      Untuk mngetahui Perkembangan Perguruan Taman Siswa.
3.      Untuk mengetahui dasar dan tujuan Perguruan Taman Siswa.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN


A.    BIOGRAFI  KI  HAJAR  DEWANTARA


                 Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soejaningrat, Putra bansawan pakualaman. Sebelumnya ia belajar di  school tot oplaiding  van inlandsche arsten  (STOVIA) di jakarta selama 5 tahun, namun tidak menamatkanya dan memutuskan untuk menjadi wartawan. Ia kemudian berkenalan dengan Dr. Douwes  Dekker (Dr. Setiabudhi)  dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dam mereka bertiga kemudian mendirikan indische partij. Karena tulisanya  Als ik eens nederlander was (seandainya aku seorang belanda )di tahun 1913, Soewardi ditetapkan dan di buang ke negeri Belanda. Disana ia belajar untuk menjadi guru disamping memperdalam bidang kewartawanan.
                         Ketika kembali ke Indonesia,  Soewardi Soerjaningrat terjun ke duknia pendidikan. Tanggal 3 juli 1922, ia mendirikan taman kanak – kanak  yang dinamai taman indrya, permulaan dari taman  siswa yang di sebutnya nationaal Onderwijs-Instituut Taman Siswa.
                 Konsep pendidikan yang digagas Soewardi Soejaningrat mengakui hak anak atas kemerdekaanya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat serta pembawaanya. Karena itu, konsepnya adalah “ Tut Wuri Handayani”  yang berarti mengikuti anak dari belakang dari belakangnya.
                         Kihajar Dewntara pernah menjabat sebagai menteri pendidikan, pengajaran dan kebudyaan RI pertama, serta mendapatkan intang maha putra atas jasa – jasanya dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Ia dianugerahi Doktor Honoris Causa( HC) dalam ilmu kebudayaan dan universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
                 Tahun 1946 Kihajar Dewantara menjadi ketua panitia penyelidik pengajaran yang dibentuk pemerintah untuk menentukan garis baru dalam bidang pendidikan dan mengajar yang sesuai dengan cita – cita bangsa.Tahun 1946,  Ki Hadjar Dewantoro menjadi ketua Panitia Penyelidik Pengajaran yang dibentuk Pemerintah untuk menentukan garis baru dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan cita-cita bangsa. Selanjutnya tahun 1948, mengetuai Badan Penasehat Pembentukan Undang-Undang yang me- netapkan dasar-dasar bagi pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, sebagian besar cita-cita Ki Hajar Dewantara tercermin dalam pendidikan dan pengajaran yang diselenggara- kan oleh Pemerintah Indonesia dan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
                        Dua kawan seperjuangannya, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Dr.Setiabudhi-mencoba menggelar aktivitasnya masing- masing. Dr. Tjipto bergerak di wilayah politik, sementara itu Dr. Setiabudhi bergerak di dunia pendidikan dengan mendirikan Ksatrian Instituut di Bandung yang terkenal tertib, teratur, dan bermutu.

B.     PERGURUAN TAMAN SISWA

1.      Sejarah Perkembangan

            Sejalan dengan adanya gerakan-gerakan nasional di Indonesia, dalam bidang pendidikan terdapat pula gerakan-gerakan yang ber- orientasi nasional. Di antaranya ialah gerakan yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara (R.M. Suwardi Suryaningrat).
                        Pada tahun 1922 didirikan suatu lembaga ”Nationaal Onder- wijs Instituut Taman Siswa” yang kemudian lebih dikenal dengan nama Perguruan Taman Siswa. Sekolah pertama yang dibuka ialah Taman Kanak-Kanak yang waktu itu disebut ’’Kinderturn” atau di kalangan Taman Siswa sendiri disebut ’’Taman Indrya”. Sekolah ini dibuka pada tanggal 3 Juli 1922 dimulai dengan 3 kelas dan 130 murid. Di samping itu dibuka kursus guru dengan 10 orang murid. Gurunya adalah Ki Hajar sendiri dibantu oleh isterinya serta teman-temannya.
                        pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang mengalami ber- macam-macam kesulitan, namun dapat diatasi bahkan dapat terus berkembang. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan perkembangan- nya sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya kehidupan ber- negara. Secara menyeluruh Taman Siswa ikut secara aktif dan positif serta berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan nasional.
                        Setelah sekolah pertama didirikan di Yogyakarta, maka pada tanggal 6 Juli 1923, di Cirebon didirikan Cabang Taman Siswa, dan pada tanggal 7 Juli 1924 di Yogyakarta dibuka ”MULO Kweekschool” dengan lama belajar 4 tahun dimulai dengan 55 orang murid. Tahun 1925 ”MULO Kweekschool” (Taman Guru) 1 tahun dan nada tahun 1928 lulusan dari kedua sekolah tersebut diikutkan untuk ujian masuk ke AMS — A dan AMS — B. Pada tanggal 5 Februari dengan jenis sekolah Taman Indrya (Taman Kanak-Kanak) Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMAJ dan Taman Guru. Selain itu masih terdapat Taman Madya ke- juruan (Taman Guru Indrya) dan Taman Antara (’’Schakel- schooP, = sekolah peralih^tn dari sekolah berbahasa pengantai daerah ke bahasa Belanda)
                        Pada jaman pendudukan Jepang pada umumnya sekolah swasta dilarang. Sebagiari besar dari Perguruan Taman Siswa ditutup namun beberapa sekolah masih diijinkan untuk dibuka. Sesuai dengan garis kebijaksanaan pada waktu itu yang meng- utamakan sekolah kejuruan. Maka dibuka sekolah Taman Tam dan Taman Rini (Keputrian).
                        Pada periode 1945 — 1965/1968, setelah Indonesia merdeka, sedikit demi sedikit Taman Siswa dibuka kembali. Tahun 1946 Taman Siswa di Babad, Teluk Betung dibuka kembali, tahun 1947 Taman Siswa di Malang, Sukabumi, Galang,.Lubuk Paham, Juwana, Binjai dibuka kembali. Sedangkan tanggal 1 September 1951 Persatuan Taman Siswa telah berbentuk badan hukum. Tahun 1953 didirikan Yayasan Timbang Bakti dan Yayasan Ban- tuan Belajar. Kemudian tanggal 15 Nopember 1955 diresmikan berdirinya Taman Sarjana (Kursus B-l) oleh Ki Hajar Dewantara dengan jurusan Alam, Pasti, Bahasa, dan Ilmu Sosial. Taman Sar­jana ini disebut Yayasan Sarjana Wiyata.

 

2.      Asas-asas Taman Siswa

                                Asas-asas, Taman Siswa yang dibentuk tahun 1922 merupakan asas perjuangan yang disahkan oleh Konggres Taman Siswa tanggal 7 Agustus 1930. Adapun asas-asas tersebut adalah sebagaiberikut:
1.      Adanya hak seseorang untuk mengatur dirinya sendiri
2.       Pengajaran harus mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batin, fikiran, dan tenaga.
3.      Pengajaran jangan terlampau mengutamakan kecerdasan pikiran karena dapat memisahkan orang terpelajar dengan rakyat.
4.      Mempertinggi pengajaran tetapi yang tidak menghambat tersebarnya pendidikan dan pengajaran untuk seluruh masyarakat.
5.      Berkehendak untuk mengusahakan kekuatan diri sendiri.
6.      Keharusan untuk hidup sederhana.
7.      Mengorbankan segala kepentingan untuk kebahagiaan anak didik.

C.    DASAR DAN ASAS-ASAS PERGURUAN TAMAN SISWA


            Adapun dasar-dasar yang dipergunakan dalam Perguruan Taman Siswa adalah dasar yang sesuai dengan Panca Darina yaitu:
1.   Kodrat alam, manusia sebagai mahluk adalah satu JH kodrat alam semesta ini.
2.   Kemerdekaan, adanya disiplin pada diri sendiri oleh diri 1 diri.    
3.   Kebudayaan, memelihara nilai dan bentuk kebudayaan nasional ke arah kemajuan bangsa.
4.   Kemanusiaan, bahwa darma tiap-tiap manusia adalah mewujudkan kemanusiaan.                 
Sedangkan tujuan tertinggi Taman Siswa adalah terwujudnya masyarakat tertib dan damai, tetapi pada dasarnya menurutPer- aturan Besar Persatuan Taman Siswa Bab IV pasal 13. Jacji tujuan pendidikan perguruan Taman Siswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masya­rakat yang berguna dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
            Pada jaman penjajahan Belanda dan Jepang, Perguruan Taman Siswa melarang guru-gurunya untuk mengajar ilmu politik dan berpolitik di sekolah. Namun tidak melarang mereka untuk men­jadi anggota partai politik. Meskipun demikian jelas sekali bahwa tujuan akhir perguruan tersebut adalah mencapai tujuan politik, yaitu kemerdekaan bangsa Indonesia.
        Dalam bidang pendidikan dan kebudayaan Perguruan Taman Siswa memberikan saham besar kepada pendidikan Nasional dan boleh dikata semua prinsip Taman Siswa telah tercakup di dalam- nya. Bahkan adagium ”Tut Wuri Hand ay an i” *) (tetap mem- pengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak-anak didik untuk berjalan sendiri) dijadikan lambang kata resmi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lengkapnya ialah: ”Hing Ngarso Sung Tulodo” (Di depan berilah tauladan)” Hing Madya Mangun Karsa (Di tengah ikut serta membentuk kehendak) dan ” Tut Wuri Handayani (Di belakang tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak-anak didik).



 

 

BABA III

PENUTUP


A.    KESIPULAN

Tujuan sistem Perguruan Taman Siswa membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Prinsip yang ada pada sistem Perguruan Taman Siswa , antara lain:
1.      Ing ngarso sung tulodo, di depan memberi teladan.
2.      Ing madyo mangun karso, di tengah membangun kemauan.
3.      Tut wuri handayani, di belakang memberi dorongan. Sehingga pengajaran Tut Wuri Handayani sangat kita butuhkan untuk di masa depan.
Pendidikan Perguruan Taman Siswa pantas rasanya kita kedepankan di era sekarang ini. Era yang serba syarat konplik. penuh dengan demo-demo, kreatifitas yang kebablasan, karakter bangsa yang mulai luntur, kepribadian yang semakin sirna dari akhlaqurkarimah, dan ego yang tinggi untuk menyelesaikam masalah semau dan seenaknya tanpa memikirkan orang lain

B.     SARAN

1.      Sistem pendidikan sebaiknya tidak bersifat memaksa atau menekan peserta didik, karena peserta didik memiliki hak untuk mendapatkan rasa nyaman dan rasa merdeka dalam artian tidak merasa tertekan ketika belajar.
2.      Seorang pendidik yang baik sebaiknya memiliki daya kreatifitas yang tinggi sebelum memberikan ilmu kepada peserta didik, sehingga dapat membantu perkembangan daya kreatifitas peserta didik.
3.      Pendidikan harus berlangsung dalam keadaan yang nyaman dan menyenangkan

DAFTAR PUSTAKA


Bradjanegara, Sutedjo. 1956. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta
Barnadib, Sutari Imam. 1983. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset
Mestuku, Sumarsono.1979.Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman.Jakarta: Balai Pusaka
Baihaqi,nif.2013.Tokoh Pendidikan.Banduung:Nuansa Cendikia